RUU POLITIK, PAKAR USUL CALEG DPR MINIMAL JADI KADER PARTAI 3 TAHUN

- Mohammad -
- 27 Feb, 2025
JAKARTA, MaduraNetwork.id - Wacana pembentukan omnibus law RUU Politik oleh DPR mendapat berbagai masukan dari para pakar. Salah satunya, pemerhati pemilu dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, yang mengusulkan aturan terkait syarat pencalonan anggota legislatif hingga presiden dan wakil presiden.
Dalam
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR di Jakarta, Rabu (26/2),
Titi menyampaikan perlunya regulasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa
calon anggota legislatif (caleg) memiliki komitmen kuat terhadap partainya.
Menurutnya, calon anggota DPR sebaiknya telah menjadi kader partai minimal tiga
tahun sebelum pendaftaran, sementara untuk caleg DPRD minimal dua tahun.
"Syarat
caleg DPR adalah kader partai minimal tiga tahun sebelum pendaftaran calon dan
caleg DPRD adalah kader partai minimal dua tahun sebelum pendaftaran
calon," ujar Titi.
Selain
itu, Titi menegaskan bahwa pencalonan oleh partai politik dalam pemilihan
presiden dan kepala daerah sebaiknya hanya diperuntukkan bagi kader partai.
Adapun bagi calon yang tidak berasal dari partai politik, mereka dapat maju
melalui jalur independen.
"Pencalonan
oleh partai hanya untuk kader atau anggota partai. Calon nonpartai hanya bisa
maju melalui jalur independen atau perseorangan," tambahnya.
Usulan
Ambang Batas Maksimal dan Moratorium Bansos
Dalam
kesempatan yang sama, Titi juga mengusulkan adanya ambang batas maksimal dalam
pencalonan kepala daerah dan presiden. Ia menilai aturan ini perlu diterapkan
guna mencegah dominasi partai tertentu dalam pemilu dan menghindari calon
tunggal.
"Ambang
batas maksimal gabungan partai politik dalam pencalonan presiden dan kepala
daerah perlu diatur, dengan batas maksimal 40 hingga 50 persen agar tidak
terjadi dominasi kekuatan politik tertentu serta mencegah calon tunggal,"
jelasnya.
Titi
turut menyoroti fenomena politisasi bantuan sosial (bansos) selama proses
pemilu. Ia mengusulkan agar ada moratorium bansos selama masa kampanye dan masa
tenang dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) guna mencegah penyalahgunaan
bantuan untuk kepentingan politik.
Penghapusan
Sentra Gakkumdu untuk Efisiensi Penegakan Hukum
Dalam
rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum pemilu, Titi mengusulkan
penghapusan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Ia berpendapat bahwa
penyelesaian dugaan pelanggaran pemilu sebaiknya lebih sederhana dengan
memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk langsung menyerahkan dugaan
kecurangan ke pengadilan.
"Kalau
ingin ada polisi dan jaksa di Bawaslu, maka ketika sudah dinyatakan memenuhi
unsur tindak pidana, langsung teruskan ke pengadilan negeri. Hal ini agar tidak
ada lagi saling lempar tanggung jawab antara Bawaslu dan kepolisian,"
tegasnya.
DPR
Siapkan Revisi UU Politik
Saat
ini, DPR tengah membahas revisi berbagai undang-undang terkait pemilu dan
partai politik. Wakil Ketua Komisi II DPR, Aria Bima, menyebutkan bahwa
setidaknya ada lima undang-undang yang berpotensi dikodifikasi menjadi satu
dalam RUU Politik.
"Yang
jelas, kita akan melihat bagaimana RUU Partai Politik, RUU Pilpres, Pileg, DPD,
dan Pilkada dapat dikodifikasi menjadi satu atau dua undang-undang agar lebih
efektif," ujar Aria.
Pembahasan
omnibus law RUU Politik ini diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang lebih
solid dalam menjaga integritas demokrasi serta meningkatkan kualitas sistem
kepartaian dan pemilu di Indonesia.
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *