Gelombang Protes di UI Akibat Kasus Bahlil Lahadalia, Prof. Rhenald Kasali: Alumni Program Doktor UI Tidak Terima

- Mohammad -
- 20 Mar, 2025
JAKARTA I MaduraNetwork.id - Kasus dugaan pelanggaran akademik dalam disertasi doktoral Bahlil Lahadalia terus menuai protes, terutama dari alumni program S3 Universitas Indonesia (UI). Guru Besar UI, Prof. Rhenald Kasali, menegaskan bahwa mereka yang pernah menempuh pendidikan doktoral di kampus tersebut merasa keberatan dengan keputusan yang dianggap tidak mencerminkan standar akademik UI yang ketat.
Diketahui, kasus ini mencakup
berbagai pelanggaran akademik, seperti dugaan plagiarisme, pemalsuan data,
penerbitan di jurnal predator, hingga ketidakwajaran dalam penyelesaian studi.
Namun, sanksi yang dijatuhkan oleh Rektor UI, Heri Hermansyah, dianggap terlalu
ringan.
Bahlil hanya diwajibkan merevisi
disertasinya agar tetap bisa meraih gelar doktor. Sementara itu, para promotor
dan pejabat terkait di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI hanya
mendapat sanksi pembinaan berupa penundaan kenaikan pangkat dan permintaan maaf
kepada sivitas akademika.
Reaksi Keras
Alumni Doktoral UI
Prof. Rhenald Kasali dalam
pernyataannya menyebutkan bahwa keputusan UI memicu kekecewaan besar di
kalangan alumni program doktoral. Mereka merasa tidak pernah mendapatkan
perlakuan istimewa selama menempuh pendidikan di UI, berbeda dengan yang
terjadi dalam kasus Bahlil.
“Keputusan Rektor UI yang bersifat
mengambang tentang kasus gelar doktor Bahlil Lahadalia menyisakan banyak
persoalan. Dan hari ini masih banyak diskusi di berbagai grup, terutama di
kalangan alumni. Mereka yang pernah mengambil program doktor di UI semuanya
protes dan menyampaikan pengalaman mereka bahwa tidak pernah diperlakukan
secara istimewa,” ujar Rhenald Kasali dalam unggahan di kanal YouTube
pribadinya pada Senin, 17 Maret 2025.
UI Dikenal
Ketat, Tapi Kenapa Ada Pengecualian?
Selama ini, UI dikenal memiliki
standar yang ketat dalam kelulusan doktoral, yang mencerminkan kualitas
akademik tinggi. Namun, dalam kasus ini, banyak pihak melihat adanya perlakuan
khusus yang justru mencederai integritas akademik UI.
“UI dikenal sebagai penyelenggara
program doktor yang sangat disiplin dan tidak mudah untuk lulus. Ini adalah
bagian dari kualitas akademik. Dan ketika menyaksikan kejadian ini, banyak yang
berharap UI segera melakukan koreksi,” tambah Rhenald.
Pembelajaran
Serius bagi Akademisi Indonesia
Lebih lanjut, Prof. Rhenald
menegaskan bahwa kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi institusi
pendidikan tinggi di Indonesia. Ia menekankan pentingnya menjaga etika akademik
sebagai standar tertinggi dalam dunia pendidikan.
“Sejatinya, etika adalah hukuman
tertinggi atau sanksi tertinggi yang bisa diberikan oleh pimpinan universitas.
Dewan Guru Besar memegang peranan sangat penting dalam menjalankan hal ini,”
tegasnya.
Menurutnya, perlunya pengelolaan
institusi akademik yang lebih transparan dan berintegritas agar tidak terjadi
konflik yang justru merugikan reputasi universitas itu sendiri. “Kita perlu
menjaga dan menata organisasi dengan baik agar tidak terjadi benturan konflik
yang akhirnya merugikan kita sendiri,” pungkasnya.
Kasus ini masih menjadi
perbincangan hangat, dan banyak pihak berharap agar UI mengambil langkah lebih
tegas guna menjaga kredibilitas akademiknya.
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *