:

Gelombang Protes di UI Akibat Kasus Bahlil Lahadalia, Prof. Rhenald Kasali: Alumni Program Doktor UI Tidak Terima

top-news
https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

JAKARTA I MaduraNetwork.id - Kasus dugaan pelanggaran akademik dalam disertasi doktoral Bahlil Lahadalia terus menuai protes, terutama dari alumni program S3 Universitas Indonesia (UI). Guru Besar UI, Prof. Rhenald Kasali, menegaskan bahwa mereka yang pernah menempuh pendidikan doktoral di kampus tersebut merasa keberatan dengan keputusan yang dianggap tidak mencerminkan standar akademik UI yang ketat.

 

Diketahui, kasus ini mencakup berbagai pelanggaran akademik, seperti dugaan plagiarisme, pemalsuan data, penerbitan di jurnal predator, hingga ketidakwajaran dalam penyelesaian studi. Namun, sanksi yang dijatuhkan oleh Rektor UI, Heri Hermansyah, dianggap terlalu ringan.

 

Bahlil hanya diwajibkan merevisi disertasinya agar tetap bisa meraih gelar doktor. Sementara itu, para promotor dan pejabat terkait di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI hanya mendapat sanksi pembinaan berupa penundaan kenaikan pangkat dan permintaan maaf kepada sivitas akademika.

 

Reaksi Keras Alumni Doktoral UI

Prof. Rhenald Kasali dalam pernyataannya menyebutkan bahwa keputusan UI memicu kekecewaan besar di kalangan alumni program doktoral. Mereka merasa tidak pernah mendapatkan perlakuan istimewa selama menempuh pendidikan di UI, berbeda dengan yang terjadi dalam kasus Bahlil.

 

“Keputusan Rektor UI yang bersifat mengambang tentang kasus gelar doktor Bahlil Lahadalia menyisakan banyak persoalan. Dan hari ini masih banyak diskusi di berbagai grup, terutama di kalangan alumni. Mereka yang pernah mengambil program doktor di UI semuanya protes dan menyampaikan pengalaman mereka bahwa tidak pernah diperlakukan secara istimewa,” ujar Rhenald Kasali dalam unggahan di kanal YouTube pribadinya pada Senin, 17 Maret 2025.

 

UI Dikenal Ketat, Tapi Kenapa Ada Pengecualian?

Selama ini, UI dikenal memiliki standar yang ketat dalam kelulusan doktoral, yang mencerminkan kualitas akademik tinggi. Namun, dalam kasus ini, banyak pihak melihat adanya perlakuan khusus yang justru mencederai integritas akademik UI.

 

“UI dikenal sebagai penyelenggara program doktor yang sangat disiplin dan tidak mudah untuk lulus. Ini adalah bagian dari kualitas akademik. Dan ketika menyaksikan kejadian ini, banyak yang berharap UI segera melakukan koreksi,” tambah Rhenald.

 

Pembelajaran Serius bagi Akademisi Indonesia

Lebih lanjut, Prof. Rhenald menegaskan bahwa kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi institusi pendidikan tinggi di Indonesia. Ia menekankan pentingnya menjaga etika akademik sebagai standar tertinggi dalam dunia pendidikan.

 

“Sejatinya, etika adalah hukuman tertinggi atau sanksi tertinggi yang bisa diberikan oleh pimpinan universitas. Dewan Guru Besar memegang peranan sangat penting dalam menjalankan hal ini,” tegasnya.

 

Menurutnya, perlunya pengelolaan institusi akademik yang lebih transparan dan berintegritas agar tidak terjadi konflik yang justru merugikan reputasi universitas itu sendiri. “Kita perlu menjaga dan menata organisasi dengan baik agar tidak terjadi benturan konflik yang akhirnya merugikan kita sendiri,” pungkasnya.

 

Kasus ini masih menjadi perbincangan hangat, dan banyak pihak berharap agar UI mengambil langkah lebih tegas guna menjaga kredibilitas akademiknya.

 

https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *