Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Mencuat Lagi di Era Prabowo
- Mohammad -
- 23 Apr, 2025
JAKARTA I MaduraNetwork.id — Wacana lama mengenai pengangkatan Presiden kedua Republik Indonesia,
Soeharto, sebagai pahlawan nasional kembali mencuat di tengah pemerintahan
Presiden Prabowo Subianto. Usulan ini muncul dari Kementerian Sosial (Kemensos)
bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada Maret 2025, dengan
Soeharto menjadi salah satu dari sepuluh tokoh yang diusulkan mendapatkan gelar
pahlawan nasional tahun ini.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa
usulan terhadap Soeharto diajukan melalui Provinsi Jawa Tengah oleh Gubernur
Ahmad Luthfi, setelah menerima masukan dari kepala daerah dan masyarakat
melalui forum-forum seperti seminar.
“Tentu awalnya adalah masukan dari gubernur.
Gubernur mendapatkan masukan dari bupati, wali kota, yang sebelumnya bupati dan
wali kota itu adalah masukan dari masyarakat,” ujar Saifullah Yusuf, atau yang
akrab disapa Gus Ipul, di Kompleks Widya Chandra, Jakarta, Minggu (20/4/2025)
malam.
Menurut Gus Ipul, sebelum usulan diajukan secara
resmi, telah dilakukan kajian mendalam yang melibatkan sejarawan dan
tokoh-tokoh masyarakat. “Setelah seminar selesai, ada sejarawannya, ada
tokoh-tokoh setempat, dan narasumber lain yang berkaitan. Setelah itu baru ke
gubernur, ada seminar lagi, lalu ke kami,” katanya.
Dukungan
dari Keluarga Soeharto
Titiek Soeharto, putri mendiang Soeharto, menyambut
baik usulan ini. Politikus Partai Gerindra itu mengakui bahwa wacana serupa
telah berulang kali muncul, namun keluarga tidak ingin berspekulasi. “Setiap
tahun wacana ini selalu muncul. Kita sudah ah, sudah lah mau dikasih gelar atau
enggak, beliau tetap pahlawan buat kita semua,” ucap Titiek di Gedung DPR RI,
Selasa (22/4/2025).
Meski begitu, ia menyatakan rasa syukur apabila
pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo akhirnya memberikan gelar tersebut.
“Alhamdulillah kalau pemerintah mau berkenan. Karena mengingat jasanya begitu
besar kepada bangsa negara,” ujar Titiek.
Sinyal
Positif dari Pemerintah
Pemerintah memberikan sinyal positif terhadap
usulan tersebut. Juru Bicara Presiden, Prasetyo Hadi, menegaskan bahwa tidak
ada yang salah jika Soeharto diangkat menjadi pahlawan nasional. “Menurut saya
tidak ada masalah. Kami belum membahas itu secara khusus, tapi kalau itu usulan
dari Kemensos, kami kira tidak ada salahnya,” kata Prasetyo di Kompleks Istana
Kepresidenan, Jakarta, Senin (21/4/2025).
Ia mengajak masyarakat untuk tidak hanya fokus pada
kekurangan Soeharto. “Jangan selalu melihat kekurangannya, lihat juga
prestasinya. Kita bisa sampai di titik ini juga karena jasa para pendahulu,”
tambahnya.
Penolakan
dari Koalisi Masyarakat Sipil
Di sisi lain, suara penolakan terus bermunculan.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengingatkan
pemerintah agar mempertimbangkan aspek keadilan dan kemanusiaan sesuai amanat
Undang-Undang tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (UU GTK).
Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya, menilai
Soeharto tidak layak menerima gelar pahlawan nasional mengingat sejarah panjang
pelanggaran HAM, korupsi, kolusi, dan nepotisme selama 32 tahun kekuasaannya.
“Itu merupakan praktik otoriter dan totaliter yang seharusnya tidak layak
diberi gelar pahlawan,” kata Dimas.
Kontras juga menyampaikan surat penolakan resmi
kepada MPR RI bersama beberapa lembaga lain. “Kami berharap aspirasi ini bisa
menjadi pertimbangan yang adil,” ujar Dimas.
Proses
Penetapan Masih Berlangsung
Menanggapi penolakan itu, Menteri Sosial Saifullah
Yusuf menegaskan bahwa seluruh suara akan didengar. “Tentu semua kita dengar.
Ini bagian dari proses,” ujarnya.
Ia memastikan proses penetapan gelar pahlawan
nasional mengikuti prosedur yang berlaku. Setelah usulan diterima Kemensos, tim
khusus akan dibentuk untuk membahasnya, terdiri dari akademisi, sejarawan,
tokoh agama, hingga masyarakat. “Setelah itu kita matangkan, saya diskusikan,
difinalisasi, dan dikirim ke Dewan Gelar,” kata Gus Ipul.
Selain Soeharto, beberapa tokoh lain yang diusulkan
tahun ini antara lain K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sansuri, Idrus bin
Salim Al-Jufri, Teuku Abdul Hamid Azwar, K.H. Abbas Abdul Jamil, Anak Agung
Gede Anom Mudita, Deman Tende, Prof. Dr. Midian Sirait, dan K.H. Yusuf Hasim. (red)
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *