:
Breaking News

Wakil Ketua KPK Usul Penyelidik dan Penyidik Wajib Sarjana Hukum dalam RUU KUHAP

top-news
https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

JAKARTA I MaduraNetwork.id - – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, mengusulkan agar penyelidik dan penyidik diwajibkan memiliki latar belakang pendidikan minimal sarjana hukum. Usulan tersebut disampaikan Tanak dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas Komisi III DPR RI.

 

“Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya strata satu atau S-1 ilmu hukum sehingga seluruh aparat penegak hukum berlatar belakang pendidikan S-1 ilmu hukum,” ujar Tanak seperti dikutip dari Antara, Jumat (30/5/2025).

 

Tanak menilai bahwa saat ini terdapat ketidakseimbangan dalam persyaratan pendidikan bagi aparat penegak hukum. Menurutnya, sementara profesi seperti advokat, jaksa, dan hakim sudah disyaratkan berlatar belakang pendidikan hukum, penyelidik dan penyidik justru belum memiliki syarat yang sama.

 

Selain itu, ia juga mengusulkan agar peran penyidik pembantu dihapuskan dari sistem hukum pidana Indonesia. Menurutnya, keberadaan penyidik pembantu sudah tidak lagi relevan dalam konteks penegakan hukum modern.

 

“Peran penyidik pembantu dinilai sudah tidak diperlukan lagi dalam sistem penegakan hukum yang efektif dan efisien,” ucap Tanak.

 

Dalam usulannya, Tanak menekankan pentingnya pengaturan tenggang waktu dalam proses penyidikan dan pemeriksaan persidangan. Ia menilai bahwa kepastian hukum sangat diperlukan bagi masyarakat pencari keadilan.

 

“Tenggang waktu penyidikan juga harus diatur dengan jelas dan tegas supaya ada kepastian hukum. Begitu juga halnya tenggang waktu proses pemeriksaan persidangan harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada kepastian hukum bagi pencari keadilan,” katanya.

 

Tanak juga menyoroti tahap penuntutan. Menurutnya, perlu ada aturan yang rinci mengenai tenggang waktu penanganan perkara, serta pengaturan perlindungan terhadap pelapor.

 

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa perubahan terhadap KUHAP mendesak dilakukan, mengingat undang-undang yang berlaku saat ini merupakan produk masa Orde Baru yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

 

“Sekarang ini pada era reformasi, perkembangan dari berbagai aspek kehidupan semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, sudah saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan ke depan,” jelas Tanak.

 

Usulan tersebut kini menjadi bagian dari diskusi intensif di Komisi III DPR RI dalam merumuskan pembaruan hukum acara pidana Indonesia. Dukungan terhadap pembaruan ini diharapkan dapat memperkuat sistem peradilan pidana nasional dan memberikan keadilan yang lebih baik bagi masyarakat. (rba)

 

https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *