Wakil Ketua KPK Usul Penyelidik dan Penyidik Wajib Sarjana Hukum dalam RUU KUHAP

- Mohammad -
- 02 Jun, 2025
JAKARTA I MaduraNetwork.id - – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, mengusulkan agar penyelidik dan penyidik diwajibkan memiliki latar belakang pendidikan minimal sarjana hukum. Usulan tersebut disampaikan Tanak dalam rangka pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas Komisi III DPR RI.
“Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan
serendah-rendahnya strata satu atau S-1 ilmu hukum sehingga seluruh aparat
penegak hukum berlatar belakang pendidikan S-1 ilmu hukum,” ujar Tanak seperti
dikutip dari Antara, Jumat (30/5/2025).
Tanak menilai bahwa saat ini terdapat
ketidakseimbangan dalam persyaratan pendidikan bagi aparat penegak hukum.
Menurutnya, sementara profesi seperti advokat, jaksa, dan hakim sudah
disyaratkan berlatar belakang pendidikan hukum, penyelidik dan penyidik justru
belum memiliki syarat yang sama.
Selain itu, ia juga mengusulkan agar peran penyidik
pembantu dihapuskan dari sistem hukum pidana Indonesia. Menurutnya, keberadaan
penyidik pembantu sudah tidak lagi relevan dalam konteks penegakan hukum
modern.
“Peran penyidik pembantu dinilai sudah tidak
diperlukan lagi dalam sistem penegakan hukum yang efektif dan efisien,” ucap
Tanak.
Dalam usulannya, Tanak menekankan pentingnya
pengaturan tenggang waktu dalam proses penyidikan dan pemeriksaan persidangan.
Ia menilai bahwa kepastian hukum sangat diperlukan bagi masyarakat pencari
keadilan.
“Tenggang waktu penyidikan juga harus diatur dengan
jelas dan tegas supaya ada kepastian hukum. Begitu juga halnya tenggang waktu
proses pemeriksaan persidangan harus diatur dengan jelas dan tegas agar ada
kepastian hukum bagi pencari keadilan,” katanya.
Tanak juga menyoroti tahap penuntutan. Menurutnya,
perlu ada aturan yang rinci mengenai tenggang waktu penanganan perkara, serta
pengaturan perlindungan terhadap pelapor.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa perubahan
terhadap KUHAP mendesak dilakukan, mengingat undang-undang yang berlaku saat
ini merupakan produk masa Orde Baru yang sudah tidak relevan dengan
perkembangan zaman.
“Sekarang ini pada era reformasi, perkembangan dari
berbagai aspek kehidupan semakin meningkat. Seiring dengan hal tersebut, sudah
saatnya kita mengubah UU KUHAP untuk mengikuti perkembangan zaman saat ini dan
ke depan,” jelas Tanak.
Usulan tersebut kini menjadi bagian dari diskusi
intensif di Komisi III DPR RI dalam merumuskan pembaruan hukum acara pidana
Indonesia. Dukungan terhadap pembaruan ini diharapkan dapat memperkuat sistem
peradilan pidana nasional dan memberikan keadilan yang lebih baik bagi
masyarakat. (rba)
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *