:

DPRD Sumenep Kritisi Pemerintah Daerah, Tujuh Fraksi Desak Tindak Lanjut Hasil Reses III 2025

top-news
https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

SUMENEP I MaduraNetwork.id - Tujuh fraksi DPRD Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, secara tegas menyampaikan beragam persoalan krusial yang dihadapi masyarakat dalam rapat paripurna penyampaian hasil Reses III Tahun Sidang 2025 di Graha Paripurna DPRD Sumenep, Selasa (2/9/2025).

 

Aspirasi yang dihimpun dari reses 22–29 Agustus lalu menyingkap masalah mendasar yang belum tuntas di Sumenep, mulai dari wabah penyakit, pengangguran, kelangkaan pupuk, hingga ketimpangan pembangunan antara daratan dan kepulauan.

 

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memberi sorotan tajam terhadap lambannya penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak. Juru bicara PKB, M. Muhri, menegaskan kasus ini sudah berlangsung berbulan-bulan dan puncaknya terjadi pada Juli–Agustus, namun respons pemerintah dinilai terlambat. “OPD harus turun lebih cepat dan hadir di tengah masyarakat, bukan sekadar menunggu laporan,” katanya.

 

PKB juga menekankan persoalan kelangkaan pupuk dan infrastruktur timpang di kepulauan, khususnya Kecamatan Giligenting.

 

Fraksi Partai NasDem melalui Samsiyadi mendesak pemerintah mempercepat pemerataan listrik di kepulauan. Menurutnya, akses energi adalah hak dasar yang sudah terlalu lama diabaikan. Selain itu, NasDem meminta konsistensi pelaksanaan Perda Perlindungan Nelayan serta evaluasi regulasi Pilkades yang dianggap merugikan calon non-petahana.

 

Sedangkan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) menyoroti serius angka pengangguran yang terus meningkat. Ketua Fraksi PAN, Gunaifi Syarif Arrodhy, menekankan perlunya strategi terukur untuk menekan pengangguran sekaligus kemiskinan. Ia juga memperingatkan ancaman narkoba di kepulauan. “BNNK harus lebih aktif, pengawasan di pelabuhan juga diperketat agar barang haram itu tidak merusak generasi muda,” ujarnya.

 

Fraksi PDI Perjuangan melalui Abd. Rahman mengingatkan agar hasil reses tidak sekadar menjadi ritual politik tahunan. Ia menegaskan bahwa catatan masyarakat harus diterjemahkan menjadi kebijakan konkret. “Hasil aspirasi jangan hanya dibaca lalu dilupakan. OPD harus tindak lanjut dengan nyata,” tegasnya, sembari menyebut masalah jalan poros, transportasi laut, hingga penguatan modal usaha mikro kecil menengah (UMKM).

 

Kritik paling keras datang dari Fraksi Demokrat. Ketua fraksi, Mulyadi, menyebut lebih dari 2.000 kasus campak dengan 17 korban meninggal sebagai bukti kelalaian pemerintah dalam pencegahan dini. “Ledakan kasus ini adalah alarm keras, jangan sampai masyarakat selalu jadi korban akibat lemahnya respon,” tegasnya. Demokrat juga menyoroti jalan rusak di Lenteng, Pragaan, Batuputih, hingga akses ke destinasi wisata seperti Pantai Lombang.

 

Adapun Fraksi Gerindra-PKS, melalui Agus Hariyanto, menekankan urgensi pemerataan pembangunan antara daratan dan kepulauan. Menurutnya, masyarakat kepulauan masih menghadapi keterbatasan air bersih, minimnya layanan kesehatan, hingga listrik yang tidak merata. “Bahkan kebutuhan dasar seperti ambulans laut pun belum tersedia. Pemerintah harus menjadikan ini prioritas,” ucapnya.

 

Tak hanya itu, fraksi ini juga menyoroti kebutuhan beasiswa bagi siswa miskin berprestasi, pemberdayaan UMKM, hingga pengendalian inflasi yang membebani warga kecil.

 

Sementara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menegaskan pentingnya perhatian khusus terhadap pesantren dan madrasah. Juru bicara PPP, Hairul Anam, menyebut banyak lembaga pendidikan keagamaan yang masih terbatas fasilitasnya.

 

“Pesantren adalah basis pendidikan masyarakat. Pemerintah wajib hadir dengan dukungan infrastruktur, beasiswa santri, dan penguatan ekonomi pesantren,” jelasnya. PPP juga menekankan pemerataan distribusi pupuk serta peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak.

 

Rapat paripurna ditutup dengan penyerahan dokumen hasil reses dari fraksi kepada pimpinan DPRD. Seluruh fraksi menekankan, laporan reses ini tidak boleh berhenti di meja birokrasi.

 

“Aspirasi warga harus menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan daerah. Jika tidak ditindaklanjuti, ini hanya akan jadi formalitas yang mengkhianati harapan masyarakat,” pungkas perwakilan fraksi secara bergantian. (rba)

 

https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *