Dana CSR Miliaran Rupiah, Mengapa Warga Sumenep Masih Miskin?
- Inyoman -
- 25 Feb, 2025
Transparansi pengelolaan corporate
social responsibility (CSR) perusahaan minyak dan gas (Migas) di Kabupaten
Sumenep kembali menuai sorotan tajam. Pasalnya, alih-alih menjadi instrumen
peningkatan kesejahteraan masyarakat, dana CSR justru terkesan tidak jelas alur
pendistribusiannya, sementara masyarakat sekitar masih hidup dalam kemiskinan.
Isu ini semakin mencuat setelah banyak
pemberitaan mengungkap bahwa daerah yang berdekatan dengan eksplorasi migas
tetap menjadi kantong kemiskinan. Hal ini memicu pertanyaan besar: ke mana
sebenarnya dana CSR itu mengalir?
Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat
Daerah (Setda) Kabupaten Sumenep, Dadang, menyebutkan bahwa alokasi dana CSR
dari perusahaan migas bagi masyarakat Kecamatan Sapeken hanya Rp2 miliar per
tahun.
Angka ini, jika dibandingkan dengan
keuntungan yang diraih perusahaan migas dari eksploitasi sumber daya alam di
wilayah tersebut, tentu tampak jomplang.
Lebih ironisnya, dana tersebut diklaim
digunakan untuk pembangunan kelas sekolah, bantuan kepada nelayan, serta
insentif bagi guru ngaji. Namun, tidak ada data konkret yang menunjukkan
efektivitas program ini.
Tidak ada laporan rinci siapa penerima
manfaatnya, bagaimana proses verifikasinya, atau apakah dana tersebut
benar-benar digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dadang menyatakan bahwa pendistribusian
dana CSR dilakukan berdasarkan usulan dari masing-masing desa melalui mekanisme
musyawarah desa (Musdes). Namun, tanpa adanya transparansi dalam pengawasan dan
laporan keuangan, mekanisme ini justru rentan dimanfaatkan oleh segelintir
pihak untuk kepentingan tertentu.
Ketika ditanya apakah jumlah penerima
manfaat CSR mengalami peningkatan atau justru stagnan, pihak pemerintah daerah
enggan memberikan jawaban pasti. Sikap tertutup ini semakin memperkuat dugaan
bahwa dana CSR tidak dikelola secara terbuka dan akuntabel.
Ketiadaan transparansi dalam
pengelolaan dana CSR mencerminkan lemahnya tanggung jawab sosial perusahaan
migas serta kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah. Padahal, keberadaan
perusahaan migas seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat sekitar.
Jika dana CSR dikelola dengan baik,
seharusnya masyarakat merasakan dampak yang signifikan dalam hal ekonomi,
pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
Tanpa keterbukaan informasi dan
pengawasan yang ketat, CSR perusahaan migas di Sumenep hanya akan menjadi
program seremonial tanpa dampak nyata. Pemerintah daerah harus berani menuntut
transparansi dari perusahaan, sekaligus memastikan dana CSR benar-benar
disalurkan kepada mereka yang berhak.
Jika tidak, polemik ini akan terus
berlanjut, meninggalkan masyarakat dalam ketidakpastian dan kesenjangan yang
semakin lebar. (Inyoman Sudirman)
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *