:

Kisah Inspiratif Harsani Gharib, Pegiat Literasi yang Menciptakan Odong-Odong Pintar untuk Anak-Anak Pantai Sapeken

top-news
https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

Pagi itu, di tepian Pantai Karang Kongo, Sapeken, Pulau ujung timur Sumenep,  Madura, deretan anak-anak berkumpul dengan mata berbinar. Mereka menunggu suara khas klakson yang tak sekadar menawarkan tawa, tetapi juga membuka pintu dunia pengetahuan. Dari kejauhan, sebuah odong-odong berwarna cerah mendekat, namun alih-alih penuh boneka atau musik dangdut, kendaraan ini sarat rak buku—itulah Odong-Odong Pintar, karya inovatif Harsani Gharib, pegiat literasi yang memilih menggerakkan pengetahuan di tengah terbatasnya akses buku di kepulauan.

 

Bagi warga Sapeken, buku kerap menjadi barang mewah. Perjalanan laut yang jauh, ongkos mahal, dan terbatasnya fasilitas membuat bahan bacaan sulit menjangkau rumah-rumah di pulau-pulau kecil. Namun Harsani melihat tantangan ini bukan sebagai alasan untuk menyerah, melainkan peluang untuk berbuat.

Kisahnya dimulai jauh sebelum odong-odong itu beroperasi. Sejak mahasiswa, Harsani sudah menaruh cinta pada dunia literasi. Pada 2010, bersama beberapa rekannya, ia mendirikan Taman Baca Masyarakat (TBM) untuk anak-anak kepulauan. Meski bermodalkan ruang seadanya dan koleksi buku yang bisa dihitung jari, semangat itu tumbuh seperti api kecil yang berusaha bertahan di tengah angin.

 

Namun, kehidupan memanggilnya kembali ke bangku kuliah. TBM ia titipkan kepada tokoh masyarakat setempat, berharap roda literasi terus berputar. Sayang, kenyataannya tak semulus harapan. TBM perlahan redup.

Setelah kembali, Harsani menolak pasrah. Ia mendirikan Rumah Belajar dengan program tahfidz dan kelompok belajar. Muridnya cukup banyak, tapi ia merasa ada sesuatu yang kurang: buku-buku yang ada jarang tersentuh. Dari keresahan itu lahirlah ide untuk membalik konsep—bukan menunggu anak-anak datang ke buku, tetapi membawa buku ke tempat mereka berada.

 

Ide tersebut pertama kali diwujudkan lewat Lapak Baca di Pantai Karang Kongo setiap Minggu pagi dan sore. Tikar digelar, buku dibuka, dan pantai pun berubah menjadi ruang belajar terbuka. Sambutan warga hangat, bahkan beberapa orang tua mulai ikut duduk membaca.


Namun Harsani ingin lebih. Ia ingin literasi bergerak menembus lebih banyak titik—dari sekolah hingga pesantren di pelosok. Maka tercetuslah gagasan Odong-Odong Pintar: perpustakaan keliling yang memadukan pesona hiburan dengan daya tarik buku.

 

Mewujudkannya tidak instan. Ia menggandeng Forum Mahasiswa Same Sapeken (FMS2) dan mencari dukungan dari Kangean Energi Indonesia (KEI). Perjalanan ini sempat tersendat setahun, tersangkut perdebatan alot soal keberlanjutan program. Tetapi akhirnya, sebuah odong-odong dimodifikasi menjadi perpustakaan mini yang siap menjelajah.

Buku-buku yang memenuhi raknya sebagian besar adalah sumbangan dari mahasiswa di Jakarta dan karyawan KEI. Hampir setiap sore, kendaraan ini berhenti di Pantai Karang Kongo. Pagi harinya, ia singgah di Ponpes Al-Ghurabaa atau SDN Sapeken IV. Anak-anak yang tadinya hanya berlarian di tepi pantai kini duduk membaca, mewarnai, atau memainkan permainan tradisional gratis yang turut dibawa.

 

Meski sukses menarik perhatian, tantangan tetap besar. “Referensi buku kami itu-itu saja, dan sampai sekarang belum ada bantuan dari pemerintah desa, daerah, maupun pusat,” kata Harsani. Kekurangan sumber daya manusia juga membuatnya harus berjuang ekstra untuk mengatur jadwal dan merawat kendaraan.

Namun hasilnya nyata. Minat baca perlahan tumbuh. Anak-anak mulai mengenal tokoh dalam buku, menunggu cerita baru setiap kali odong-odong datang. Orang tua pun ikut membuka halaman demi halaman, menemukan kembali rasa ingin tahu yang lama terpendam.

 

Semua ini berakar dari pengalaman pribadi Harsani. “Saat merantau dan kuliah, saya merasa tertinggal karena jarang membaca. Saya tak ingin generasi berikutnya mengalami hal yang sama,” ujarnya.

 

Kini, di ujung timur Madura, literasi bergerak dengan roda sederhana. Odong-Odong Pintar bukan hanya kendaraan; ia adalah simbol bahwa pengetahuan bisa hadir di mana saja, selama ada tekad untuk membawanya. Dan di Sapeken, roda itu terus berputar, membawa harapan bersama setiap putaran bannya. (fujianto)

 

https://maduranetwork.id/public/uploads/images/photogallery/maanphotogallery29072024_011116_1_20240727_175229_0000.png

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *