Merah Putih Membanjiri Trunojoyo: Pedagang Musiman Hidupkan Suasana Menjelang 17 Agustus di Sumenep

- Mohammad -
- 13 Aug, 2025
SUMENEP I MaduraNetwork.id - Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80, Kota Sumenep mulai bersolek. Bukan lewat ornamen resmi pemerintah atau baliho raksasa, melainkan melalui sentuhan sederhana dari para pedagang musiman yang menggelar lapak bendera, umbul-umbul, dan aneka pernak-pernik kemerdekaan di sepanjang jalan.
Di bawah rindangnya pepohonan Jalan Trunojoyo, lapak-lapak
kecil berjejer rapi. Kain merah putih berkibar lembut diterpa angin sore,
memantulkan kilau hangat saat sinar matahari menembus celah dedaunan.
Di sini, bendera berbagai ukuran—dari sekepalan
tangan hingga setinggi tiang sekolah—terpajang berdampingan dengan umbul-umbul
bercorak meriah, seolah mengundang siapa saja untuk merasakan semangat
Agustusan yang mulai mengisi udara.
Yang menarik, sebagian besar pedagang yang
menghidupkan ruas jalan ini bukanlah warga Sumenep. Mereka datang dari Bandung,
Jawa Barat—membawa dagangan yang lahir dari sentra tekstil dan konveksi di kota
asal mereka. Tradisi ini telah berlangsung bertahun-tahun; setiap akhir Juli,
mereka berbondong-bondong menuju Sumenep, menetap sementara, dan pulang usai
gegap gempita peringatan 17 Agustus usai.
Bagi Sri, salah satu pedagang asal Bandung, momen
ini selalu menjadi bagian dari siklus hidupnya.
“Untuk sekarang ini masih sepi. Mungkin karena baru
awal Agustus. Biasanya, dua atau tiga hari menjelang 17 Agustus, pembeli ramai
sekali,” katanya sambil merapikan tumpukan bendera kecil di sudut lapak.
Meski transaksi belum padat, keberadaan para
pedagang musiman ini sudah cukup untuk mengubah wajah kota. Masyarakat
menyambut hangat—bukan hanya karena mereka bisa mendapatkan perlengkapan
kemerdekaan tanpa perlu jauh-jauh mencarinya, tapi juga karena kehadiran
lapak-lapak ini menambah warna dan semarak di jalanan.
Jalan Trunojoyo kini memancarkan energi berbeda.
Bukan sekadar jalur lalu lintas yang menghubungkan pusat kota dengan wilayah
sekitarnya, tapi juga etalase terbuka yang memamerkan rasa cinta tanah air.
Tiap hembusan angin yang menggerakkan kain merah
putih di sana menjadi pengingat bahwa kemerdekaan tidak hanya dirayakan di
podium upacara, tapi juga di trotoar, di tangan para penjual bendera, dan di
hati setiap orang yang berhenti sejenak untuk melihatnya berkibar. (rba)
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *